السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
pada pertemuan pagi hari ini marilah kita membaca doa terlebih dahulu agar apa yang kita pelajari ini mendapat ridho dan bermanfaat dunia dan akhirat. Aamiin
Doa Sebelum Belajar
رَضِتُ بِااللهِ رَبَا وَبِالْاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَا وَرَسُوْلاَ رَبِّ زِدْ نِيْ عِلْمًـاوَرْزُقْنِـيْ فَهْمًـا
Rodhitu billahi-robba, wabil islaamidina, wabi-muhammadin nabiyyaw warosula. Robbi zidnii 'ilmaa warzuqnii fahmaa
Artinya: "Aku ridho Allah SWT sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul. Ya Allah, tambahkanlah kepadaku ilmu dan berikanlah aku pengertian yang baik"
رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا وَارْزُقْنِيْ فَهْمًا وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الصَّالِحِيْنَ
Robbi zidnii 'ilma warzuqni fahma, waj'alnii minash-shoolihiin
SHALAT DALAM KEADAAN SAKIT
SHALAT adalah ibadah wajib dan yang paling penting bagi umat Islam. Karena amalan yang pertama kali dihisab adalah shalat.
Dalam keadaan sakit pun kewajiban shalat tidak dicabut, tetap harus ditegakkan. Untuk itu ada beberapa adab yang harus diperhatikan dalam melaksanakan shalat, saat kondisi tubuh sedang sakit.
1. Orang sakit wajib melaksanakan shalat fardhu dengan berdiri, meskipun harus bersandar ke dinding, tiang, atau dengan tongkat.
2. Apabila tidak sanggup shalat dengan berdiri, maka sebaiknya shalat dengan duduk sambil menghadap kiblat. Bisa duduk layaknya duduk diantara dua sujud, atau duduk sambil meluruskan kaki. Tergantung pada sakit yang dideritanya.
Cara mengerjakan ruku ialah dengan duduk membungkuk sedikit. Gerakan tangannya sama layaknya shalat biasanya. Cara mengerjakan sujud bisa dengan cara sujud biasanya. Kecuali bagi yang shalat dengan meluruskan kaki, gerakan ruku bungkuknya lebih sedikit daripada bungkuk dalam sujud
3. Apabila tidak sanggup shalat dengan duduk, boleh shalat dengan berbaring, bertumpu pada sisi badan dengan menghadap kiblat. Dan bertumpu pada sisi kanan lebih utama dari sisi kiri.
Cara mengerjakan ruku cukup menggerakan kepala ke muka atau sedikit menekuk. Cara mengerjakan sujud dengan menggerakan kepala lebih dalam ke muka atau lebih ditundukkan. Jika tidak mampu cukup dengan melakukan isyarat mata yang dibuka dan ditutup sebagai ganti gerakan.
Adab-adab ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadits Imran bin Husain, “Pernah penyakit wasir menimpaku, lalu aku bertanya kepada Nabi SAW tentang tata cara shalatnya. Maka beliau menjawab, ‘Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu, maka duduklah, dan apabila tidak mampu juga maka berbaringlah’” (HR. Bukhori no.1117)
Di sini Allah tidak mempersulit hambanya dalam melakukan suatu ibadah yang diperintahkannya. Tidak ada satu pun beban syariat yang diwajibkan kepada seseorang di luar kemampuannya. Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah: 286)
Orang Yang Sakit Tetap Wajib Shalat
Shalat diwajibkan kepada semua Muslim yang baligh dan berakal. Merekalah mukallaf, orang yang terkena beban syariat. Yang dibolehkan untuk meninggalkan shalat adalah orang yang bukan mukallaf, yaitu anak yang belum baligh dan orang yang tidak berakal. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
رُفعَ القلمُ عن ثلاثةٍ : عن النائمِ حتى يستيقظَ ، وعن الصبيِّ حتى يحتلمَ ، وعن المجنونِ حتى يعقِلَ
“Pena (catatan amal) diangkat dari tiga jenis orang: orang yang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia baligh, dan orang gila hingga ia berakal” (HR. An Nasa-i no. 7307, Abu Daud no. 4403, Ibnu Hibban no. 143, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 3513).
Demikian juga yang dibolehkan untuk meninggalkan shalat adalah wanita haid dan nifas. Ibunda ‘Aisyah radhiallahu’anha pernah ditanya,
أَتَجْزِى إِحْدَانَا صَلاَتَهَا إِذَا طَهُرَتْ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ كُنَّا نَحِيضُ مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلاَ يَأْمُرُنَا بِهِ
“Apakah kami perlu mengganti shalat kami ketika sudah suci?” ‘Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang wanita Haruriyah (Khawarij)? Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi shallallahu‘alaihi wasallam, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk menggantinya” (HR. Al Bukhari no. 321).
Ummu Salamah radhiallahu’anha juga mengatakan:
كانت النفساء تجلس على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم أربعين يوما
“Dahulu wanita yang sedang nifas di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam duduk (tidak shalat) selama 40 hari” (HR. Ibnu Majah no. 530, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
Maka kita lihat ternyata orang sakit tidak dikecualikan. Sehingga tidak ada udzur untuk meninggalkan shalat selama ia baligh, berakal, tidak haid, dan tidak nifas.
Keringanan-Keringanan Bagi Orang Yang Sakit ada 6 Yaitu:
1. Dibolehkan untuk tidak shalat berjamaah di masjid
Shalat berjama’ah wajib bagi lelaki. Namun dibolehkan bagi lelaki untuk tidak menghadiri shalat jama’ah di masjid lalu ia shalat di rumahnya jika ada masyaqqah (kesulitan) seperti sakit, hujan, adanya angin, udara sangat dingin atau semacamnya.
Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhuma:
كَانَ يَأْمُرُ مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ ، ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِهِ : ” أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ ” فِي اللَّيْلَةِ الْبَارِدَةِ أَوْ الْمَطِيرَةِ فِي السَّفَرِ
“Dahulu Nabi memerintahkan muadzin beradzan lalu di akhirnya ditambahkan lafadz /shalluu fii rihaalikum/ (shalatlah di rumah-rumah kalian) ketika malam sangat dingin atau hujan dalam safar” (HR. Bukhari no. 616, Muslim no. 699).
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, ia berkata:
خرجنا مع رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ في سفرٍ . فمُطِرْنا . فقال ” ليُصلِّ من شاء منكم في رَحْلِه “
“Kami pernah safar bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu turunlah hujan. Beliau besabda: ‘bagi kalian yang ingin shalat di rumah dipersilakan‘” (HR. Muslim no. 698).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:
صلوا في بيوتكم إذا كان فيه مشقة على الناس من جهة المطر أو الزلق في الأسواق
“Shalatlah di rumah-rumah kalian, maksudnya jika ada masyaqqah (kesulitan) yang dirasakan orang-orang, semisal karena hujan, atau jalan yang licin.”
Dan kondisi sakit terkadang menimbulkan masyaqqah untuk pergi ke masjid. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun ketika beliau sakit parah, beliau tidak shalat di masjid, padahal beliau yang biasa mengimami orang-orang. Beliau memerintahkan Abu Bakar untuk menggantikan posisi beliau sebagai imam. ‘Aisyah radhiallahu’anha berkata:
أن رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال في مرَضِه : ( مُروا أبا بكرٍ يصلِّي بالناسِ )
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika sakit beliau bersabda: perintahkan Abu Bakar untuk shalat (mengimami) orang-orang” (HR. Bukhari no. 7303).
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakan:
لقد رَأيتُنا وما يتخلَّفُ عن الصَّلاةِ إلا منافقٌ قد عُلِمَ نفاقُهُ أو مريضٌ
“Aku melihat bahwa kami (para sahabat) memandang orang yang tidak shalat berjama’ah sebagai orang munafik, atau sedang sakit” (HR. Muslim no. 654).
Dalil-dalil ini menunjukkan bolehnya orang yang sakit untuk tidak menghadiri shalat jama’ah.
2. Dibolehkan menjamak shalat
Menjamak shalat dibolehkan secara umum ketika ada masyaqqah (kesulitan). Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu beliau mengatakan:
جمع رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بين الظهرِ والعصرِ ، والمغربِ والعشاءِ بالمدينةِ من غيرِ خوفٍ ولا مطرٍ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjamak shalat Zhuhur dan shalat Ashar, dan menjamak shalat Maghrib dan Isya, di Madinah padahal tidak sedang dalam ketakutan dan tidak hujan” (HR. Muslim no. 705).
Para ulama mengatakan alasan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menjamak karena ada masyaqqah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
والقصر سببه السفر خاصة ، لا يجوز في غير السفر. وأما الجمع فسببه الحاجة والعذر
“Dibolehkannya men-qashar shalat hanya ketika safar secara khusus, tidak boleh dilakukan pada selain safar. Adapun menjamak shalat, dibolehkan ketika ada kebutuhan dan udzur” (Majmu’ Al Fatawa, 22/293).
Maka, orang yang sakit jika sakitnya membuat ia kesulitan untuk shalat pada waktunya masing-masing, dibolehkan baginya untuk menjamak shalat.
3. Dibolehkan shalat sambil duduk jika tidak mampu berdiri
👇👇👇Untuk daftar hadir silahkan klik di bawah ini👇👇👇
ABSEN